Sabtu, 04 September 2021

Gara-Gara Sedekah

            Pertengahan tahun 2019, aku bersama temanku berlibur ke Thailand. Saat itu, liburan musim panas tiba dan kami memiliki jatah libur yang cukup lama untuk liburan dan pulang ke tanah air. Sebelum penghujung semester, kami sudah berunding mengenai rencana liburan kali ini, mulai dari destinasi hingga budgeting. Di sela-sela kesibukan, kami berbagi tugas. Ada yang mengecek harga tiket pesawat, reservasi hotel, membuat rencana perjalanan bahkan menukar mata uang. Kebetulan aku bertugas untuk menukar uang. Karena posisi kami yang sedang berkuliah di Tiongkok dan sulit sekali menemukan money changer, aku pun pergi ke bank untuk menukar uang dengan membawa paspor dan sejumlah mata uang Tiongkok. Saat itu, yang terpikir di otakku hanyalah bisa liburan seperti orang-orang pada umumnya.

Hari yang ditunggu pun tiba, kami sampai di Bangkok dengan selamat. Seperti  biasa, setelah keluar dari pemeriksaan imigrasi di bandara, kami menghubungi taksi online dan menuju ke penginapan yang sudah kami pesan. Tidak ada yang spesial dengan liburan pada umumnya, kami menuju penginapan dan berisitirahat sebentar, lalu mencari makan. Tidak ada bedanya dengan yang biasa dilakukan orang-orang ketika liburan. Saat itulah aku menghubungi seorang kenalan, karena aku sudah berjanji pada beliau untuk memberi tahu jika aku berkunjung ke Thailand.

Kenalanku ini adalah seorang lelaki muslim paruh baya yang pernah aku jumpai saat berlibur di Hongkong. Kami mulai saling kenal saat beliau dan rekan kerjanya menyapa kami terlebih dahulu dengan mengucapkan salam, dan aku membalas salamnya yang diiringi dengan senyuman ramah. Memang benar, senyuman dapat mencairkan suasana. Ketika berada di Hongkong, aku dan kenalan baruku ini berbincang seperti sudah pernah bertemu sebelumnya. Hingga saat kami akan berpisah, kami pun bertukar kontak dan beliau memintaku untuk memberitahunya jika aku berkunjung ke Thailand. Sebenarnya aku tak menganggap hal ini istimewa, karena itu adalah salah satu bentuk kesopanan, jadi kuanggap itu hanyalah basa-basi.

Setelah tiga hari berlibur di Thailand, kenalanku yang bernama Pak Shafie ini memberitahu bahwa beliau sudah bisa menemani kami jalan-jalan. Lalu keesokan harinya, beliau datang ke penginapan kami dan membawa kami ke berbagai tempat di Bangkok, hingga suatu ketika beliau bertanya apakah kami sudah ke Pattaya. Kami menjawab hanya liburan di Bangkok saja. Mendengar hal itu, Pak Shafie mengajak kami ke Pattaya dan beliau yang menjadi pemandu kami. Bahkan ongkos perjalanan kami bertiga serta tiket masuk tempat wisata ditanggung oleh beliau. Ya Allah, nikmat manalagi yang mahasiswa kere ini dustakan.

Malam pun tiba, dan kami pun kembali lagi ke Bangkok. Sebelum berpisah, kami diajak makan di sebuah rumah makan berlogo halal. Sebenarnya kami sudah merasa tidak enak, biaya perjalanan sudah ditanggung dan kami ditraktir lagi makan malam. Aku yang mengenal Pak Shafie langsung mengutarakan rasa sungkan kami. Awalnya beliau bilang tidak apa-apa, tapi kami tetap saja bersikeras akan membayar makan malam kali ini. Lalu beliau pun menawarkan solusi, jika harga total makanan yang dipesan kurang dari 500 Baht (sekitar Rp 230.000,-), kami yang membayar. Tapi jika melebihi 500 Baht, Pak Shafie yang membayar. Kami menyetujuinya dan memesan makanan. Setelah selesai makan, kami meminta bill dan harganya pas 500 Baht. Sungguh sebuah kebetulan yang menyenangkan, dan sesuai perjanjian maka kami yang membayar makanan tersebut. Setelah itu, kami tidak langsung beranjak pergi, tapi masih duduk mengobrol sebentar di rumah makan itu. Pak Shafie memberitahu kami, dia menawarkan solusi seperti tadi agar kami bertiga punya kesempatan untuk bersedekah. Beliau merasa tidak adil jika hanya beliau yang mendapat pahala sedekah. Oleh karena itu, Pak Shafie membiarkan kami yang membayar makanan sebagai bentuk berbagi ladang pahala kepada kami. Masya Allah, selama ini yang aku pikirkan hanyalah semakin banyak kita banyak bersedekah, maka pahala sedekah yang akan kita dapatkan pun semakin banyak. Namun, terkadang kita lupa bahwa memberi kesempatan kepada orang lain untuk memperoleh pahala sedekah juga sama baiknya dengan bersedekah.

Saat itu, aku juga teringat akan pertemuanku dan Pak Shafie di Hongkong. Andai saja waktu itu beliau tidak mengucapkan salam padaku, atau aku tidak menyambut salamnya dengan ramah, mungkin aku tidak akan pernah mendapat pelajaran berharga seperti ini. Sejak perjalanan itu, aku tidak akan pernah lupa untuk selalu tersenyum dengan ramah dan ikhlas kepada orang lain, serta memberikan kesempatan jika ada orang lain yang mau bersedekah ke kita dengan cara tidak bersikeras menolak pemberiannya. Sedekah tidak melulu soal harta, menyenangkan hati orang lain dan memudahkan orang lain dalam berbuat kebaikan juga termasuk sedekah, asal dilakukan dengan ikhlas. Mulai dari sekarang, cobalah untuk tersenyum kepada orang yang ditemui, niscaya kita juga akan menemukan kedamaian hati karena orang senang melihat senyuman kita.